PRAGMATIC123 – Muhammadiyah dan MUI Desak Ayam Goreng Widuran Diproses Hukum

Ayam Goreng Widuran di Kota Solo yang diketahui tidak mencantumkan label nonhalal selama lebih dari lima dekade memicu kecaman dari berbagai pihak.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tindakan ini melanggar hukum dan harus ditindak secara tegas.
Ayam Goreng Widuran Solo Langgar UU Jaminan Produk Halal
Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menilai bahwa praktik penyajian makanan nonhalal tanpa keterangan jelas melanggar ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UUJPH).
Ia menyayangkan restoran yang berdiri sejak 1973 itu tidak menunjukkan itikad baik sejak awal beroperasi.
“Kami sangat menyayangkan sikap dari pihak pengelola restoran karena mereka sudah berjualan 52 tahun lamanya, tetapi tidak membuat keterangan yang secara eksplisit mencantumkan status tidak halal di outlet maupun pada platform daring mereka,” kata Anwar dalam keterangan resmi, Senin (26/5/2025).
Anwar juga mengkritik tindakan restoran yang baru mencantumkan label nonhalal setelah muncul gelombang protes dari warganet di media sosial.
“Sekarang baru mereka cantumkan dalam beberapa hari terakhir setelah maraknya protes warga,” ucapnya.
Ia menduga adanya unsur kesengajaan dari pihak pengelola karena tidak jujur kepada konsumen sejak awal.
“Bagaimana duduk masalahnya bila dilihat dari perspektif UU Jaminan Produk Halal (UUJPH) yang sudah diundangkan pada tahun 2014. Bisa si pelaku berkilah dia tidak tahu tentang adanya hukum yang dia langgar? Hal ini tentu tidak bisa diterima,” tegas Anwar.
“Semestinya pihak restoran memberi tahu para pelanggannya, apakah secara verbal atau tertulis, tentang status non-halal dari produk ayam goreng yang mereka jual, tetapi ternyata hal itu tidak terjadi,” tambahnya.
Karena itu, Anwar menegaskan bahwa perkara ini tidak dapat dibiarkan dan perlu diproses secara hukum untuk memberi keadilan bagi konsumen Muslim.
MUI Sebut Ayam Goreng Widuran Culas dan Tak Jujur
Kecaman senada disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, yang menyebut bahwa kelalaian ini berpotensi merusak citra Kota Solo sebagai kota religius dan inklusif.
“Kalau tidak dilakukan langkah cepat, bisa merusak Kota Solo yang religius dan inklusif. Kasus Widuran ini contoh pelaku usaha yang culas dan tidak jujur yang bisa merusak reputasi Kota Solo,” ujar Ni’am dalam keterangannya, Senin (26/5/2025).
Menurutnya, pelanggaran ini tak hanya merugikan konsumen, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap industri kuliner di Solo, bahkan bisa berdampak pada sektor pariwisata.
“Berdampak menurunkan jumlah wisatawan karena rasa tidak aman terhadap menu makanan di Solo,” imbuhnya.
Leave a Reply