PRAGMATIC123 – Contoh Khutbah Idul Adha yang Penuh Makna, Teladani Nabi Ibrahim

Idul Adha 1446 Hijriah, 6 Juni 2025, kembali menyapa, membawa serta makna mendalam tentang ketaatan dan pengorbanan, dengan meneladani Nabi Ibrahim AS.
Sebelum berkurban, umat Islam menjalankan shalat Idul Adha. Shalat sunnah ini lalu diakhiri dengan khitbah Idul Adha yang dibawakan oleh khatib.
Seperti dilansir Antara, tema khutbah yang relevan untuk Idul Adha 2025 adalah “Membangun Jiwa yang Qurban”.
Khutbah ini mengajak umat Muslim untuk merenungkan lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan, melainkan pada esensi spiritual di balik ibadah qurban itu sendiri.
Qurban, dalam konteks yang lebih luas, adalah sebuah proses panjang untuk membangun dan mengasah jiwa yang taat dan penuh ketakwaan dalam hati setiap insan beriman.
Teladani keikhlasan Nabi Ibrahim
Penting untuk kembali meneladani kisah Nabi Ibrahim AS. Kala perintah Allah datang untuk mengorbankan putra tercinta, Ismail, tak sedikit pun keraguan menyelimuti hatinya. Dengan keikhlasan dan keyakinan teguh, ia patuh menjalankan titah Ilahi. Kisah ini menjadi cerminan nyata dari ketakwaan sejati: menyerahkan apa yang paling dicintai demi menggapai ridha Allah SWT.
Kurban, dengan demikian, bukan hanya tentang ritual. Ia adalah sebuah pelajaran berharga tentang keberanian melepaskan ego, keikhlasan dalam memberi, dan ketulusan dalam berbagi. Ia mengingatkan bahwa segala yang dimiliki hanyalah titipan, dan yang terpenting adalah sejauh mana seorang hamba mampu tunduk dan patuh pada perintah-Nya.
Melatih diri melepaskan keterikatan dunia
Ketika seorang Muslim berkurban, sejatinya ia tengah melatih diri untuk tidak terikat pada gemerlap dunia. Proses ini menumbuhkan pribadi yang tidak rakus, tidak kikir, dan tidak egois.
Kurban mendorong kepedulian terhadap sesama, berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan, serta menanamkan keyakinan bahwa setiap perbuatan dilakukan semata-mata demi mencari ridha Allah.
Jiwa qurban tak hanya bersemayam saat penyembelihan hewan di hari raya. Ia harus terus dibangun setiap hari dalam setiap sendi kehidupan.
Bentuknya sederhana, seperti rutin berbagi kepada yang membutuhkan, meluangkan waktu membantu sesama, dan belajar menahan diri dari sifat egois serta berlebihan dalam urusan materi. Inilah hakikat qurban yang sesungguhnya: pengorbanan hati yang berkelanjutan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang meninggalkan kehinaan maksiat, lalu melaksanakan kemuliaan taat, maka Allah akan menjadikannya sebagai orang yang kaya tanpa harta, kuat tanpa pasukan, dan menang tanpa bala (bantuan kelompoknya).” (HR. Baihaki).
Hadis ini menegaskan bahwa qurban adalah wujud nyata dari perjalanan spiritual seorang hamba, beranjak dari kehinaan maksiat menuju keluhuran ketaatan.
Leave a Reply