PRAGMATIC123 – Mengenal Mitos, Tradisi, dan Ritual Malam 1 Suro dalam Budaya Jawa

1 Suro merupakan momen penting dalam budaya Jawa yang sarat dengan nuansa mistis, tradisi leluhur, dan ritual spiritual.
Malam ini bertepatan dengan 1 Muharam dalam kalender Hijriah dan menandai pergantian tahun baru dalam penanggalan Jawa.
Tahun ini, malam 1 Suro akan diperingati pada Kamis (26/6/2025) malam, sedangkan 1 Suro jatuh pada Jumat (27/6/2025).
Bagi sebagian masyarakat Jawa, malam 1 Suro dianggap sakral dan penuh energi spiritual. Tak heran jika muncul sejumlah larangan yang dipercaya secara turun-temurun, seperti tidak boleh keluar rumah, tidak tidur semalaman, dan tidak membuat kebisingan.
Makna Sakral dan Asal Usul Malam 1 Suro
Budayawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tunjung W. Sutirto, menjelaskan bahwa tradisi malam 1 Suro berakar dari kebijakan Sultan Agung Mataram pada abad ke-17 yang menyatukan kalender Jawa dengan kalender Islam.
“Tujuannya untuk menyelaraskan budaya Hindu Jawa dengan Islam. Itu adalah bentuk sinkretisme budaya,” kata Tunjung.
Kata “Suro” sendiri berasal dari “Asyura”, yaitu tanggal 10 Muharam dalam kalender Islam yang diyakini sebagai hari sakral penuh peristiwa besar.
Oleh karena itu, masyarakat Jawa memaknai malam 1 Suro sebagai waktu yang istimewa untuk merenung dan melakukan laku spiritual.
Mitos Larangan Keluar Rumah dan Kemunculan Lampor
Salah satu mitos yang melekat kuat adalah larangan keluar rumah pada malam 1 Suro.
Masyarakat percaya bahwa malam ini menjadi waktu kemunculan lampor—pasukan gaib pengikut Nyai Roro Kidul yang konon melintasi daratan menuju keraton.
“Masyarakat zaman dahulu menyebutnya lampor. Konon suaranya seperti angin besar. Karena itu, kemudian dimaknai ada rombongan pasukan Kanjeng Ratu Kidul lewat dan orang dianjurkan tetap di rumah agar tidak terkena dampak negatif,” jelas Tunjung.
Larangan ini diperkuat oleh keyakinan bahwa malam 1 Suro merupakan waktu “penyakralan” atau pemuliaan yang bertepatan dengan penggabungan kalender Islam dan Saka oleh Sultan Agung.
Tradisi Tuguran: Tidak Tidur dan Tidak Berisik
Larangan lain yang juga dipercaya adalah tidak tidur sepanjang malam dan tidak menimbulkan kebisingan.
Dalam budaya Jawa, terdapat istilah tuguran, yaitu kebiasaan berjaga semalam penuh sambil merenung dan berdoa.
“Jadi, anjuran itu bersifat longgar,” ujar Tundjung, budayawan dan dosen Ilmu Sejarah UNS, Jumat (5/7/2024).
Archives
Calendar
M | T | W | T | F | S | S |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | |
7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 |
14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 |
21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 |
28 | 29 | 30 | 31 |
Categories
- No categories
Leave a Reply